BusinessLatestNews

Dolar AS Tiba-Tiba Merosot ke Rp 8.170, Ini Tanggapan Bank Indonesia

Wartanusantara, Jakarta – Nilai tukar Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap Rupiah merosot tajam pada perdagangan pagi hari ini, Kamis (2/2/2025), dengan tercatat di level Rp 8.170, sebuah angka yang sangat mengejutkan pasar. Kejatuhan nilai tukar Dolar AS ini menjadi sorotan utama di kalangan pelaku pasar valuta asing dan para ekonom.

Pada hari sebelumnya, Rabu (1/2/2025), Dolar AS masih diperdagangkan di kisaran Rp 15.200. Penurunan lebih dari 7.000 poin dalam waktu semalam ini mengundang berbagai spekulasi mengenai penyebab pergerakan tersebut.

Penyebab Kejatuhan Dolar AS

Beberapa analis dan ekonom menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejatuhan nilai Dolar AS tersebut. Salah satunya adalah intervensi besar-besaran oleh Bank Indonesia (BI) dalam pasar valuta asing. Menurut sumber dari BI, intervensi ini dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik, seiring dengan lonjakan cadangan devisa yang cukup besar.

“Bank Indonesia melakukan penyesuaian untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mengurangi ketergantungan terhadap fluktuasi global yang kerap memengaruhi perekonomian dalam negeri. Kami melihat ini sebagai bagian dari upaya untuk menanggulangi dampak inflasi yang dipicu oleh pergerakan mata uang global,” ujar juru bicara Bank Indonesia, seperti yang dikutip dari sumber internal BI.

Selain itu, penurunan ini juga dipengaruhi oleh langkah kebijakan fiskal yang lebih ketat dari pemerintah Amerika Serikat. Rencana pengurangan defisit anggaran dan pengetatan kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserve (Fed) diprediksi turut berkontribusi terhadap penguatan Rupiah terhadap Dolar AS.

Tanggapan Bank Indonesia

Menanggapi fenomena tersebut, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, memberikan klarifikasi bahwa penurunan Dolar AS yang signifikan ini merupakan hasil dari kebijakan yang telah diterapkan oleh BI dalam beberapa bulan terakhir. Destry menjelaskan bahwa BI berkomitmen untuk menjaga nilai tukar Rupiah agar tetap stabil dan mendukung perekonomian Indonesia yang tengah dalam proses pemulihan pasca-pandemi.

“Pergerakan nilai tukar sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, namun kami terus memantau dan melakukan intervensi di pasar uang untuk memastikan stabilitas. Kami juga memperhatikan kebutuhan masyarakat dan pelaku ekonomi, sehingga penguatan Rupiah tidak merugikan ekspor dan sektor-sektor yang membutuhkan penguatan Dolar,” kata Destry dalam konferensi pers yang digelar pagi ini.

Destry menambahkan, kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang berfokus pada pemulihan ekonomi domestik dan pengurangan defisit transaksi berjalan.

Ekspektasi Pasar dan Reaksi Ekonom

Namun, meskipun ada respons positif dari BI, sejumlah ekonom tetap mengingatkan bahwa fluktuasi nilai tukar yang drastis bisa berisiko bagi perekonomian Indonesia, khususnya bagi sektor ekspor yang cenderung akan terganggu oleh penguatan Rupiah yang cepat.

Ekonom senior, Sri Rezeki, mengatakan bahwa meskipun penguatan Rupiah dapat dilihat sebagai sinyal positif dalam stabilitas ekonomi, namun perlu diwaspadai dampaknya terhadap daya saing produk ekspor Indonesia. “Ketika Rupiah terlalu menguat, produk ekspor kita bisa menjadi lebih mahal di pasar internasional. Ini dapat mempengaruhi kinerja ekspor, khususnya sektor yang sangat bergantung pada mata uang asing,” katanya.

Rezeki juga mencatat bahwa fluktuasi yang tajam dalam kurs Dolar AS ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku pasar, yang mungkin memilih untuk menahan diri dalam transaksi perdagangan internasional.

Dampak Jangka Pendek dan Panjang

Beberapa analis memperkirakan bahwa meskipun penurunan Dolar AS saat ini dapat memberi keuntungan jangka pendek bagi perekonomian domestik, ke depannya pergerakan pasar yang tidak stabil harus diwaspadai. Meskipun Indonesia memiliki cadangan devisa yang cukup kuat, lonjakan ketidakpastian global bisa kembali menguji ketahanan Rupiah.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andi Fajar, juga memberikan pandangannya mengenai dampak jangka panjang dari penguatan Rupiah terhadap ekonomi. “Penguatan Rupiah secara cepat bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, kita dapat menikmati inflasi yang terkendali, tetapi di sisi lain, sektor ekspor dan industri yang bergantung pada bahan baku impor juga dapat merasakan dampaknya,” ujarnya.

Sikap Pelaku Pasar

Di pasar valuta asing, pergerakan nilai tukar ini membuat investor dan pelaku pasar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Mengingat volatilitas yang tinggi, beberapa investor dilaporkan mulai mengalihkan aset mereka ke instrumen yang lebih aman seperti emas dan obligasi pemerintah.

“Saat ini, pasar masih dalam tahap observasi. Banyak yang menunggu keputusan lebih lanjut dari Bank Indonesia dan apakah ada kebijakan lanjutan untuk mengendalikan nilai tukar ini dalam jangka panjang,” ujar seorang trader yang enggan disebutkan namanya.

BACA JUGA BERITA OLAHRAGA BASKET : FitPlay Journal

Penurunan drastis Dolar AS ke Rp 8.170 ini merupakan kejadian langka yang menarik perhatian pasar domestik dan internasional. Bank Indonesia menegaskan bahwa kebijakan yang diambil bertujuan untuk stabilisasi nilai tukar dan mendukung pemulihan ekonomi Indonesia. Namun, pasar tetap mencermati dampak lebih lanjut terhadap ekspor dan ketahanan ekonomi secara keseluruhan.

Kedepannya, pelaku pasar dan ekonom akan terus memperhatikan perkembangan kebijakan moneter baik dari Indonesia maupun AS untuk memitigasi dampak fluktuasi yang dapat terjadi pada nilai tukar Rupiah.


Reporter: Tirai77 login

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *